Advertisement

Main Ad

Perlu Revitalisasi BMT Entaskan Masalah Ekonomi Umat


Peran Baitul Maal Wat Tamwil sebagai basis kemandirian umat belum sepenuhnya diterapkan secara komprehensif di Indonesia. Lebih dari itu, mendesak dilakukan revitalisasi lembaga BMT dalam perannya mengentaskan masalah umat di bidang ekonomi. Sebab pada dasarnya BMT bukanlah lembaga, melainkan sistem.
Demikian dikatakan Direktur MuliaMart Hidayatullah, Syamsuddin, dalam acara diskusi pekanan diselenggarakan Institute For Islamic Civilization Studies and Development (INISIASI) di Gedung Hidayatullah Training Center LT. II Depok, Sabtu (02/02/2013) malam.
Syamsuddin mengatakan, jika mengacu kepada sejarah, sejatinya istilah Baitul Maal wat Tamwil atau lebih lazim disebut BMT, tidak pernah ada di zaman Rasulullah SAW. Di zaman Nabi hanya ada Baitul Maal. Bahkan dalam kamus bahasa Arab pun, istilah Baitul Maal wat Tamwil nyaris tidak ditemukan. Hal ini karena istilah BMT adalah istilah yang hanya populer di Indonesia saja.

“Terlepas dari itu, kita melihat BMT saat ini telah menjamur di masyarakat. Hanya saja, pada umumnya, konsep BMT yang ada bisa dikatakan belum bisa memberikan dampak signifikan untuk kemaslahatan umat,” ujar Syamsuddin.
Kondisi tersebut, terang Syam, begitu ia karib disapa, di samping karena manajemen pengelolaan yang masih ala kadarnya, pengelolaan BMT juga kadangkala tidak menyadari dirinya, bahkan ada yang “pura-pura” tidak menyadari, telah bergeser dari substansi keberadaannya.
“Bahkan alih-alih memasyarakatkan sistem ekonomi syariah, malah terperangkap dalam praktek ribawi,” terang bujangan yang telah cukup lama berkiprah di lembaga ekonomi syariah ini.
Syam mensinyalir tak sedikit lembaga mitra keuangan yang berembel syariah di Indonesia dengan menjadi replikator sistem yang populer dari Bangladesh yang dinilai telah sukses mensejahterakan rakyat di wilayah itu.
“Namun mungkin kita bernasib sama, belum pernah tahu seperti apa bentuk pembinaan yang dilakukan. Realitanya sistem yang dianut itu telah mengantarkan sekian ribu orang terperangkap dalam akad riba,” jelasnya.
Melihat kenyataan tersebut, Syam melalui Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (Laznas BMH) dan didukung oleh Bank Permata Syariah mendirikan program bernama Keluarga Pertama Idaman di Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Alhamdulillah, katanya, berbeda dalam sistem operasionalnya, Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Umat Mandiri beralamat di Jl Menjangan III, Setu Bungur RT.05/015 Kampung Jurang Mangu, Pondok Ranji, Kota Tangerang, ini menerapkan sistem syariah.
Kepala Kantor Kas LKMS Umat Mandiri Muhammad Nur Akbar yang juga hadir dalam memberi materi dalam diskusi INISIASI, mengatakan, aktivitas LKMS UM yang dipimpinnya kini telah membina puluhan anggota binaan dengan sepenuhnya menerapkan sistem syariah Qordul Hasan.
Meski sementara merintis, setidaknya saat kini ini pihaknya telah membina lebih dari 60 keluarga dalam sepekan melalui majelis yang diwajibkan bagi seluruh anggotanya. Para penyuluh lapang telah menyelamatkan sekian banyak keluarga dari praktek riba yang telah menjerat mereka sebelumnya.
“Tentu saja tidak ringan, karena kami harus berhadapan dengan para rentenir yang memang sangat marak di wilayah tersebut. Alhamdulillah, masyarakat sangat merindukan model syariah seperti ini, yang sebelumnya telah trauma terjerat dengan sistem riba yang menyiksa,” tukas Akbar.
Akbar mengatakan, anggota yang bergabung pun merasa memiliki tanggunjawab yang besar untuk memegang komitmen. Salah satu cara untuk menjalin komitmen, setiap akad dilakukan di masjid.
“Dengan dilakukan di masjid, anggota mengatakan kepada kami, mereka tak saja sedang berakad dengan kami sebagai pengelola, tapi juga langsung disaksikan oleh Allah,” tambah anak muda alumni STIE Hidayatullah angkatan 2012 ini.
Ekonomi umat memang menjadi satu hal yang juga tak boleh diabaikan. Sekretaris Jenderal INISIASI Imam Nawawi, menilai, umat Islam hari ini tak hanya sedang digempur dari sisi pemikiran saja (Al Ghazwul fikr), namun juga sangat massif mendapat tekanan dari sisi ekonomi (Al Ghazwu Iqtishadi).
“Umat Islam tidak saja menghadapi perang pemikiran, tapi juga perang ekonomi. Yang mana dampak dari perang ekonomi ini tak kalah buruknya dengan perang pemikiran. Olehnya, tugas umat Islam selain membangun tradisi ilmu secara sinergis, harus juga membangun kekuatan ekonomi,” ujar Nawawi.
Nawawi menambahkan, problem utama bangsa Indonesia selain ilmu adalah masalah ekonomi. Terbukti Indonesia kini menjadi surga kepentingan ekonomi asing dan konglomerat hitam.
Sumber: Hidayatullah

Posting Komentar

0 Komentar