Advertisement

Main Ad

Gerakan Ekonomi Syariah Berbasis Sentra Ekonomi Mikro Lokal

Ekonomi Syariah dan Orientasi Keadilan Sosial
Visi ekonomi syariah menganggap bahwa orang miskin bukanlah orang-orang malas. Mereka adalah kaum dhu’afa’ yang tidak mendapat akses ke ranah kehidupan yang lebih baik. Sistem ekonomi syariah tidak bertujuan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, sehingga modal materi terkumpul kepada segelintir orang saja.
Ekonomi syariah mempunyai prinsip sinergi, tolong-menolong (ta’awun), dan kerjasama untuk maju bersama. Dengan prinsip ini, sistem ekonomi syariah memungkinkan untuk dijadikan opsi sistem pemberdayaan masyarakat yang dapat menggerakan sentra-sentra ekonomi lokal di daerah-daerah di setiap pelosok Indonesia.
Penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2012 menurut versi Bank Dunia mencapai jumlah 97,9 juta jiwa atau sekitar 40 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia (Republika, 6/12/12). Kebanyakan mereka berada di pedesaan. Mereka adalah penduduk miskin yang aspek kehidupan ekonominya bergantung pada sektor pertanian dan kelautan, seperti petani, nelayan, dan peternak. Di samping itu, mereka juga adalah para pedagang kecil dan buruh yang bekerja di berbagai sektor industri informal.

Menurut catatan Revrisond Baswir (1997: 89), di Indonesia, sektor industri besar sangat dominan, yakni 82 persen, dan industri kecil hanya 18 persen. Padahal, dominasi industri besar itu hanya mampu manampung 33 persen angkatan tenaga kerja. Sedangkan sisanya, yaitu 67 persen, dibebankan pada sektor industri kecil dan informal, yang ada di desa-desa, yang pada umumnyakurang mendapatkan perhatian dari berbagai pihak.
Untuk menghilangkan kesenjangan itu, maka dalam sektor industri harus diadakan reformasi. Yaitu, dengan memberikan perhatian lebih serius pada sektor industri kecil dan informal agar kemampuannya menyerap tenaga kerja semakin meningkat, sehingga dapat menekan angka kemiskinan di Indonesia.
Jadi, gagasan mengenai pembangunan sentra ekonomi syariah di Indonesia harus memperhatikan mereka. Sebab, kebanyakan mereka adalah orang-orang Islam yang semestinya menjadi pangsa pasar atau pelaku dari sistem ekonomi syariah. Di samping, ekonomi syariah memang diorientasi untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan-sosial (social-welfare oriented) (Qs. Al-Hasyr: 7).
Pemikiran mengenai gerakan ekonomi syariah berbasis sentra ekonomi mikro lokal merupakan langkah maju dan konkret. Karena itu, gagasan tersebut layak diapresiasi dan direspons positif sebagai salah satu variabel yang dapat mendukung upaya pengembangan ekonomi mikro di daerah-daerah di seluruh pelosok Nusantara. 

Menggali Potensi Ekonomi Lokal
Beberapa alasan dapat dikemukakan mengapa gagasan tersebut merupakan langkah tepat. Pertama, dilihat dari sisi kondisi budaya masyarakat lokal pedesaan yang terkenal lebih memerhatikan petuah para pemuka agama (Islam) daripada masukan dari pemerintah.
Gagasan pembangunan sentra ekonomi mikro berbasis syariah di daerah-daerah pedesaan akan nyambung dengan kondisi sosial keagamaan masyarakat pedesaan. Sebab, prinsip-prinsip ekonomi syariah disandarkan pada nilai-nilai Islam yang disyiarkan oleh para pemuka agama Islam. Hingga saat ini perkumpulan-perkumpulan yang di dalamnya terdapat ritual-ritual keagamaan, seperti yasinan, salawatan, tahlilan, dan lain sebagainya masih hidup dan dinamis di pedesaan.
Kedua, keadaan alam pedesaan yang pada umumnya masih hijau dan kaya dengan potensi kekayaan alam sangat memungkinkan untuk dibangun sentra ekonomi dengan komoditas berbasis potensi lokal. Untuk desa yang berada di daerah pantai, sangat dimungkinkan untuk membangun pasar seafood yang cukup menjanjikan; budi daya rumput laut, tambak garam dan udang, industri petis dan terasi, dan lain sebagainya.
Untuk daerah pedalaman, sangat memungkinkan untuk membangun sebuah sentra ekonomi yang berbasis bahan-bahan yang berasal dari lingkungan sekitar. Seperti, komoditas hasil tani, kerajinan kerei yang berbahan dasar bambu, kerajinan dari kayu, kripik singkong, kripik pisang, pop corn, kopi bubuk instan, jahe instan, dan lain sebagainya. Sangat banyak potensi ekonomi lokal yang bisa digali dan diaktualisasikan dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan. Itu semua hanyalah beberapa sektor yang dapat digarap oleh UMKM. Sebab itu, gagasan membangun sentra perekonomian syariah di Indonesia tidak boleh berpaling dari hal-hal di atas. 
 
Pembangunan Manusia dan Ekonomi Mikro Syariah
Setiap pembangunan di suatu tempat harus didahului dengan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia setempat, agar pembangunan tidak hanya terkesan upaya eksploitasi dan penjajahan. Untuk itu, setiap pembangunan di daerah pedesaan harus memerhatikan beberapa hal penting yang berkenaan dengan kondisi masyarakat setempat. Dalam konteks ini, meskipun masyarakat pedesaan memiliki etos kerja yang dinamis, namun secara umum sumber daya manusia (pola pikir dan keterampilan kerja) masih belum terbenahi dengan baik.
Selain itu, masyarakat miskin pedesaan juga bermasalah dengan pengadaan modal. Meminjam dana pada lembaga keuangan pun sebenarnya juga membutuhkan modal, yaitu materi yang biasanya dijadikan agunan atau jaminan. Bagi kebanyakan masyarakat miskin di pedesaan, hal ini sebenarnya juga menjadi salah satu masalah dalam pengembangan perekonomian mereka.
Mereka sangat sulit mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan untuk tambahan modal karena mereka tidak memiliki sesuatu yang dapat dijadikan jaminan. Padahal orang-orang miskin tersebut yang seharusnya menjadi bidikan utama lembaga-lembaga keuangan. Perbankan syariah dengan instrumen mudharabah dan musyarakah-nya sangat memungkinkan menjembatani jurang pemisah ini, dan oleh sebab itu sangat menguntungkan.
Karena itu, lembaga keuangan perekonomian syariah yang kelak akan berkembang di pedesaan harus dapat mereduksi masalah ini. Misalnya, dengan memberikan pinjaman modal pada masyarakat miskin dengan tanpa agunan. Persyaratan agunan ini bisa diganti dengan pola laporan keuangan yang lebih ketat. Atau, pinjaman mereka perlu dijamin dengan menggunakan dana yang terkumpul melalui zakat, infaq, sedekah, atau dana qard al-hasan.
Sebagai konsekuensinya, lembaga-lembaga ekonomi mikro yang berbadan hukum harus dibentuk untuk memudahkan pembinaan dan pembimbingan pada masyarakat pedesaan yang secara umum masih belum terampil. Lembaga-lembaga ekonomi mikro syariah ini kemudian bukan hanya sebagai penyedia modal, tapi juga sebagai pembina kelompok masyarakat. Hal ini mungkin bisa menjadi terobosan baru yang dapat menutupi jurang kesenjangan antara masyarakat miskin di pedesaan dan lembaga keuangan selama ini. Di samping, lembaga-lembaga itu juga bisa mensosialisasikan nilai-nilai ekonomi syariah kepada masyarakat pedesaan.
Sudah waktunya pengembangan ekonomi pedesaan di Indonesia mengaca pada pengalaman Perancis, Belanda, dan China, yang menguatkan lembaga perekonomian mikro. Perancis dikenal sebagai produsen wine (anggur) dan parfum terbesar di dunia. Belanda adalah raksasa penghasil bunga dan tanaman hias di pasar internasional. Sedangkan China merupakan produsen barang-barang elektronik yang cukup disegani dalam belantika perekonomian dunia.
Dan semua industri raksasa di tiga negara tersebut didominasi oleh pelaku ekonomi berkelas mikro (seperti industri rumah tangga) di desa-desa. Namun, pelaku ekonomi mikro tersebut didukung oleh lembaga ekonomi mikro yang cukup kuat (F Rahardi, Kompas, 30/12/2005). Selain itu, kita juga bisa belajar pada lembaga ekonomi mikro yang sukses secara makro yang ada di Indonesia, seperti paguyuban pedagang bakso, warteg, gerabah, petani apel, dan lain sebagainya. 

Penutup: Mendidik, Memberdayakan, dan Menguntungkan
Lembaga usaha syariah, seperti perbankan syariah, syariah financing, asuransi syariah, dan lain sebagainya bisa menciptakan dan dapat menggarap pangsa pasar yang cukup besar ini. Secara umum di Indonesia, potensi ekonomi lokal selama ini masih belum digali dan dibangun secara optimal. Padahal, dengan membangun dan menggarap potensi lokal ini dengan mekanisme yang duraikan di atas, berarti kita telah melakukan upaya pendidikan, pemberdayaan masyarakat, serta penciptaan pangsa pasar ekonomi syariah yang sangat besar dan luas.
Upaya ini sesuai dengan orientasi ekonomi syariah, yaitu falah oriented. Keuntungan akhirat bisa didapatkan dari kegiatan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat yang memang ditekankan dalam prinsip ekonomi syariah, sedangkan keuntungan dunia diperoleh dari kegiatan penciptaan pasar yang cukup luas. Di dalam konsep ini, upaya yang dilakukan sama dengan pepatah yang menyatakan sekali dayung, dua sampai tiga pulau terlampaui, yang kesemuanya sesuai dengan visi dan misi ekonomi syariah. Dengan konsep ini, upaya pengarusutamaan ekonomi syariah pun akan semakin mudah dilakukan. Wallahu a’lam.
Oleh : Fathor Rahman 
Sumber : http://m.kompasiana.com/post/read/622520/3 

Posting Komentar

0 Komentar